Minggu, 14 Februari 2010

Minggu, 14 februari, 2010


Valentine`s Day : “Haul”-nya Seorang Pendeta





MUKADDIMAH
Umat Islam di Indonesia, khususnya warga NU, selalu mengadakan Haul dalam rangka mengenang sejarah atau biografi seorang yang ditokohkan. Acara itu diisi dengan pembacaan kalimat tayyibah, tahmid, tahlil. bahkan tidak jarang juga diisi dengan pembacaan maulid serta ceramah agama dari pemuka-pemuka agama yang hadir di situ. Oleh sebab itu, momentum Haul selalu dinanti oleh umat Islam dengan tujuan, menapaktilasi dan meneladani rekam jejak perjuangan orang yang di-Haul-i.
Akan tetapi, saat ini, peringatan Haul bukan hanya monopoli umat Islam semata. Dalam beberapa tahun belakangan, ada acara yang terlihat lebih semarak dan membahana suasananya yaitu peringatan Valentine`s Day (V-Day).
V-day sering diidentikkan sebagai hari kasih sayang; hari menumpahkan segala perasaan kepada kekasih yang dicintai. Banyak cara dilakukan untuk menambah semarak acara V-Day, di antaranya, acara dansa-dansi, pemberian coklat, hadiah bunga, memakai pakaian serba berwarna merah muda. Lebih dari itu, momen ini juga dijadikan ajang pembuktian ‘cinta’ yang memuakkan dengan free sex. Sungguh sebuah peringatan hari kasih sayang yang berbahaya. Terlebih yang menjadi korban dari intervensi budaya negatif ini adalah para pemuda (muslim) tumpuan agama.
Yang lebih menyedihkan, ternyata acara V-Day mendapat promosi besar-besaran dari berbagi media massa. Tidak ketinggalan pula Mall-mall dan pusat-pusat perbelanjaan juga bersolek dengan mengemas acara bertema kasih sayang. Dari semua itu, kita mesti waspada, sebab V-Day merupakan salah satu ritual yang diupacarai demi mengenang kematian seorang pendeta. Untuk itu, kita harus mengetahui latar belakang V-Day, hukum merayakannya dan dampak dari perayaan itu sendiri.
SEJARAH V-DAY
Banyak versi mengenai V-Day. Versi-versi itu berkembang seiring dengan perjalanan waktu.
Asal mula hari Valentine tercipta pada jaman kerajaan Romawi. Menurut adat Romawi, 14 Februari adalah hari untuk menghormati Juno. Ia adalah ratu para dewa dewi Romawi. Rakyat Romawi juga menyebutnya sebagai dewi pernikahan. Di hari berikutnya, 15 Februari dimulailah perayaan ‘Feast of Lupercalia.
Pada masa itu, kehidupan belum seperti sekarang ini, para gadis dilarang berhubungan dengan para pria. Pada malam menjelang festival Lupercalia berlangsung, nama-nama para gadis ditulis di selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Nantinya para pria harus mengambil satu kertas yang berisikan nama seorang gadis yang akan menjadi teman kencannya di festival itu.
Tak jarang pasangan ini akhirnya saling jatuh cinta satu sama lain, berpacaran selama beberapa tahun sebelum akhirnya menikah. Dibawah pemerintahan Kaisar Claudius II, Romawi terlibat dalam peperangan. Claudius yang dijuluki si kaisar kejam kesulitan merekrut pemuda untuk memperkuat armada perangnya.
Ia yakin bahwa para pria Romawi enggan masuk tentara karena berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Akhirnya ia memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di Romawi. Saint Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah ini.
Ia bersama Saint Marius secara sembunyi-sembunyi menikahkan para pasangan yang sedang jatuh cinta. Namun aksi mereka diketahui sang kaisar yang segera memerintahkan pengawalnya untuk menyeret dan memenggal pendeta tersebut.
Ia meninggal tepat pada hari keempat belas di bulan Februari pada tahun 270 Masehi. Saat itu rakyat Romawi telah mengenal Februari sebagai festival Lupercalia, tradisi untuk memuja para dewa. Dalam tradisi ini para pria diperbolehkan memilih gadis untuk pasangan sehari.
Dan karena Lupercalia dimulai pada pertengahan bulan Februari, para pastor memilih nama Hari Santo Valentinus untuk menggantikan nama perayaan itu. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentine.
Meskipun demikian, masih banyak versi terkait sejarah V-Day. Latar belakang V-Day bisa disimak di dalam The World Encyclopedia, dan The Chatolic Encyclopedia Vol. XV
MENGGAPAI CINTA SEJATI
Adalah sebuah ilusi hidup tanpa cinta. Kata seorang sastrawan ‘sufi’ Indonesia, Kuswaidi Syafi`i (2003 : ix), cinta merupakan cahaya segala amal, bobot segala upaya, pamor segala tindakan. Cinta pastilah senantiasa muncul melalui segelintir orang pilihan-Nya, sebab cinta sampai kapan pun tetaplah merupakan satu-satunya pilihan hidup yang ideal, yang sanggup menyuguhkan kebeningan dan kesegaran batin, yang mampu meneruskan estafet nilai-nilai kemanusiaan universal, yang bisa memperkukuh nilai-nilai kemanusiaan universal, yang bisa memperkukuh tali sambungan dengan-Nya. Karena itu, lanjutnya, hidup tanpa cinta pasti menjadi ambruk.
Persoalannya, bagaimana cara menyalurkan cinta pada tempat yang sebenarnya. Mahkota cinta sering ditaruh dengan sekenanya. Atas nama cinta dua insan yang berlawanan jenis saling memadu kasih yang menjijikkan di hotel kelas melati hingga hotel berbintang, atas nama cinta sepasang kekasih yang sedang kasmaran menyalurkan syahwatnya tanpa ikatan pernikahan, atas nama cinta pula si gadis merelakan kesuciannya direngut oleh pacar “berhidung belang”. Padahal, banyaknya perilaku menyimpang dalam mengartikan cinta berakibat lumpuhnya akal dan kalbu. Dalam diri manusia sendiri, terkumpul lima komponen dasar : Ruh, hati, akal, Dzauq (perasaan), dan nafsu. Celakanya, banyak kaum muda dan dewasa yang mengaktifkan nafsu semata, sementara ruh, hati, akal, dan dzauq tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
Di atas segalanya, baginda Rasul saw pernah bersabda,
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْماَنُ اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ
“Orang-orang penyayang akan dikasihani oleh Tuhan Yang Maha Penyayang, Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah mahkluk yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh yang di langit”.
Makna hadits ini adalah (Nawawi Al Jawi:1426), Orang-orang yang menyayangi segenap mahkluk di bumi, baik manusia maupun hewan yang dilindungi, yaitu memperlakukan mereka dengan perlakuan baik, maka Allah akan menyayangi mereka yang melakukan perbuatan itu.
Lebih dari itu, cinta merupakan naluri manusia. “Tiada manusia yang tiada memiliki cinta, tiada kebaikan bagi orang yang tiada cinta. Tiada keindahan dan kenikmatan di dunia jika kita menyendiri tanpa perasan cinta,” demikian cetus Al Abbas bin Al Ahnaf seperti dikutip Ibnul Qoyyin Al Jauziyah dalam Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul `Asyiqin.
SIKAP KITA?
Sikap kita mestilah berbanding lurus dengan sikap yang mencerminkan jati diri seorang muslim. Perayaan hari kasih sayang atau V-Day tidak lebih sekedar upaya peringatan kematian seorang pendeta yang dipandang sebagai ‘martir’ cinta. Berbicara tentang cinta dan kasih sayang, Islam tidak kehabisan bahan untuk itu. Terlebih salah satu pondasi berdiri tegaknya ajaran Islam karena Rahmatan lil Alamin yang salah satunya memprioritaskan hak (cinta) kepada Allah dari yang lain.
Hanya saja, alih-alih menjajal cinta kepada Allah justru cinta kepada sesama manusia sering disalahtafsirkan dengan berpacaran, ber-kholwah (berdua-duaan) di tempat-tempat ramai atau sepi, melakukan hubungan biologis pra-nikah. Akibat dari peringatan V-Day ini lahirlah anak-anak tanpa bapak disertai merajalelanya aborsi.
Paling tidak, sudahkah kita membaca, mengetahui dan mengamalkan firman Allah SWT dalam surah Al Isra`36 :
Ÿوَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya”.
Di dalam Islam tidak ada hari raya selain hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Lagi pula, ungkapan cinta dan kasih sayang tidak perlu diutarakan pada waktu-waktu tertentu. Tidak perlu menunggu tanggal 14 Februari. Sebab, cinta adalah naluri manusia yang diberikan Allah kepada setiap insan. Jadi, kapan dan di mana pun juga, ekspresi cinta bisa diungkapkan setiap saat.
Sementara itu, Rasul bertutur : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.
Sabda Nabi saw lainnya : “Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka”. Kami bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah yang anda maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari-Muslim)
V-Day adalah bencana budaya buat kita semua. Meski begitu, belumlah cukup sekedar fatwa haram tanpa dicarikan solusi yang memadai sehingga kawula muda bisa meletakkan cinta sesuai pada tempatnya.
Akhirnya, peringatan V-Day sudah waktunya kita eliminasi lalu kita jadikan sebagai monumen kecelakaan sejarah yang tidak perlu ditangisi apalagi diikuti.

Senin, 11 Januari 2010

"Dulu Dihina Kini Didambakan"
oleh:
Idham Kholid
11-10-2010

Kepemimpinan baru akan dinilai baik jika pemimpin tidak lagi memimpin. Secara histories para pemimpin bangsa ini dari Ir. Soekarno, Soeharto sampai Abdurahman Wahid (Gusdur) mereka sama-sama dihina namun kemudian dibanggakan diagungkan bahkan diharapkan kehadirannya untuk memimpin negeri ini kembali.
Soekarno adalah bapak bangsa pertama di Negeri ini begitu besar pemikiran yang ia sumbangkan untuk bangsa agar bisa merdeka sehingga pada tahun 1945 Soekarno dan Hatta sah menjadi kepala Negara. Saat itu masyarakat sepertinya tidak salah dan tidak akan pernah salah memilih pemimpin, Soekarono diagungkan bahkan ucapannya menjadi nutrisi yang dapat memberikan semangat rakyatnya.
Rasa sayang Soekarno kepada rakyatnya kemudian dibuktikan dengan konsep NASAKOM agar bangsa dapat bersatu dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, namun pemikiran itu tidak bisa dipahami rakyat sehingga rakyat menafsirkan soekarno telah pro komunis dan NASAKOM adalah siasat. Tadinya didambakan disegani kini dimusuhi.
Begitu juga dengan Soeharto, pasca tumbangnya rezim Orde Lama Soeharto tampil bak-pahlaman yang mampu membasmi kejahatan dan kekejaman PKI terhadap Jenderal-jenderal yang dibunuh pada tahun 1965. kemudian Soeharto pun didukung oleh para aktivis, akademisi dan masyarakat agraris untuk menjadi Presiden menggantikan Soekarno
Diawal kepemimpinannya rakyat dibodohi dengan adanya perubahan baik struktur pemerintahan maupun pembangunan diseluruh tanah air, kemegahan sangat terasa saat itu. 32 tahun Soeharto memimpin Negeri ini tanpa terasa namun akhirnya karena terlalu lama rakyatpun bosan dan menginginkan reformasi diterapkan, itupun diterima oleh Soeharto. Kebosanan rakyat kemudian berbuntut negative pasca lengsernya Soeharto krisis ekonomi terjadi, seluruh kebutuhan naik tinggi setinggi-tingginya. Di zaman yang serba sulit dan mahal saat itu banyak rakyat mengharapkan Soeharto kembali untuk memimpin.
Tidak lama setelah BJ Habibie menggantikan Soeharto kurang lebih dua bulan, lalu tampil tokoh baru pemimpin negeri ini yaitu KH. Abdurahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan (Gusdur). Di awal kepemimpinannya Gusdur adalah tokoh atau presiden pertama negeri ini yang berasal dari kalangan Pesantren, namun gaya dan pola pikirnya sama sekali tidak mencerminkan ciri khas pesantren, bahkan Gusdur dinilai banyak orang sebagai tokoh kontropersi, karena pemikiran dan keputusannya tidak bisa diterima oleh masyarakat luas. Gusdur dihina dan kebijakannya di tentang lebih-lebih pada saat ia ingin melakukan kerjasama dengan Negara Israel ia mendapat keritikan hebat dari dalam negeri bahkan di luar negeri yang notabene Islam yang menganggap dirinya telah berkhianat karena Israel adalah jelas-jelas musuh Islam.
Pemikiran Gusdur memang tidak banyak dimengerti banyak orang sehingga pemikiran dan tindakannya seakan-akan menjadi ancaman bagi negera. Dalam kepemimpinannya Gusdur lebih banyak membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, dia membela apa yang tidak seharusnya dibela yaitu dengan mengangkat martabat kebebasan dan persamaan kelompok-kelompok minoritas sehingga Gusdur disebut pahlawan bagi kelompok kecil dan musuh kelomok yang besar.
Tindakannya yang tidak bisa diterima kemudian ia di jatuhkan dari kursi ke presidenannya. Kemudian di saat ia keluar meninggalkan Istana Negara ia menunjukkan kewibawaannya dengan mengenakan kaos oblong dan celana kolornya, mungkin ini adalah hal yang hina dan tindakan yang bodoh untuk dilakukan bagi seorang kepala Negara, namun hal itu beda maknanya dimata Gusdur dan ulama.
Bahwa apa yang dilakukan Gusdur pernah dilakukan pula oleh pemimpin (khalifah) besar Islam yang adil Umar bin Abdul Aziz yang tidak mau memakai pasilitas Negara di luar tugas negaranya. Kurang lebih tujuh tahun lamanya Gusdur tidak lagi menjadi presiden dan kini ia telah tiada, di masa kepemimpinannya ia banyak dihina dan dianggap tidak becus mengurus Negara, namun setelah kepergiannya kemudian barulah muncul ucapan-ucapan kekaguman terhadap dirinya.
Dulu mereka dihina dianggap tidak lagi berguna, kini mereka didambakan seperti ratu adil yang tak kunjung datang. Dan saat itu pulalah kepemimpinan baru terlihat baik di saat mereka tidak lagi memimpin….!